wrapper

 

ZONA INTEGRITAS:

SEBUAH DISKURSUS TENTANG “PENCITRAAN” DAN

UPAYA PENEGAKKAN INTEGRITAS

Belakangan ini pada beberapa media massa lokal maupun nasional muncul banyak pemberitaan mengenai pencanangan zona integritas oleh instansi pemerintah. Pemberitaan mengenai pencanangan tersebut biasanya berisi komitmen Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mewujudkan instansinya bersih dari berbagai praktik koruptif. Tapi apa sebenarnya zona integritas? Terminology ini bagian sebagian besar masyarakat tentunya masih asing didengar. Sebagian mengasosiasikan zona integritas dengan terminologi “integrasi” yang sebenarnya bermakna sangat berbeda.

Zona integritas adalah sebuah konsep yang berasal dari konsep island of integrity. Island of integrity atau pulau integritas biasa digunakan oleh pemeirntah maupun NGO untuk menunjukkan semangatnya dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Transparansi Internasional Indonesia (TII) mendefinisikan Island of integrity sebagai konsep "kepulauan" yang bisa bermakna institusi pemerintah/badan pemerintahan yang memiliki dan menerapkan konsepsi Sistem Integritas Nasional (National Integrity System/ NIS) sehingga kewibawaan dan integritas institusi tersebut mampu mewujudkan transparansi, akuntabilitas dan membuka ruang partisipasi masyarakat secara luas sehingga senantiasa terjaga dari praktek KKN dan praktek tercela lainnya.

Terdapat dua kata kunci dalam zona integritas, yaitu integrity ataupun integritas dan island/zone atau pulau/kepualauan. Integrity atau integritas diartikan sebagai sikap ataupun budaya yang menunjukkan konsistensi antara perkataan dan perbuatan serta sikap untuk menolak segala tindakan tercela yang dapat merugikan diri dan instansinya. Adapun Zona atau Island digambarkan dengan unit-unit instansi pemerintah yang telah menanamkan nilai integritas di dalamnya.

Salah satu hal yang juga menjadi penekanan pada zona integritas adalah bahwa sangat memungkinkan lahirnya zona-zona/island-island baru yang juga ikut menerapkan sistem integritas di dalamnya. Munculnya island baru ini dimungkinkan melalui proses replikasi oleh unit instansi pemerintah lainnya kepada unit instansi pemerintah yang telah menanamkan sistem integritas terlebih dahulu.

Lalu apa kaitan antara zona integritas dengan pencitraan?

Belakangan kata “pencitraan” ataupun “politik pencitraan” kian marak didengar, khususnya ketika media massa dan media sosial menjadi salah satu komoditas sosial masyarakat Indonesia. Hampir setiap hari kita melihat pemberitaan yang mengangkat sosok-sosok public figure tertentu di berbagai media massa, baik dari kalangan selebritas, pemuka agama, pemuka suku, politisi, dan tidak kalah pemerintah. Ya, Pemerintah saat ini menjadi salah satu pihak yang seringkali dituduh melakukan “pencitraan” kepada masyarakat. Masyarakat menuduh pemerintah “mencitrakan” kinerjanya kepada masyarakat melalui berbagai media massa dan media sosial, khususnya yang berafiliasi pada pemerintahan. Alih-alih mendapatkan simpati, sebagian masyarakat justru menunjukkan sikap ironi, dan menganggap kerja pemerintah hanya sebatas pencitraan tanpa hasil yang ditunjukkan.

Diantara berbagai kinerja pemerintah yang dianggap “pencitraan”, Zona integritas termasuk salah satu di dalamnya. Zona integritas masih dianggap sebagaian kalangan, bahkan beberapa kalangan pemerintah, sebagai politik pencitraan Kabinet Kerja. Mereka yang bernada sumbang tersebut biasanya menyebut bahwa Zona Integritas semata hanya proses penandatanganan dokumen pernyataan/perjanjian kepala instansi pemerintah dihadapan KPK, Kementerian PANRB, dan Ombudsman. Mereka ingin mengatakan bahwa instansi yang mencanangkan Zona Integritas ingin dikesankan seperti “anak baik” yang berjanji kepada orang tuanya untuk menjadi anak pintar yang penurut dan tidak nakal.

Nada sumbang sebagian kalangan tentang zona integritas tersebut wajar terdengar jika zona integritas hanya dimaknai oleh instansi pemerintah sebagai proses “pencanangan” sebatas seremonial belaka tanpa adanya langkah konkret dalam membangun sistem integritas. Apalagi publik menyaksikan, bahwa maraknya pencanangan zona integritas oleh instansi pemerintah belum diiringi oleh penurunan tindak pidana korupsi oleh pemerintah, dalam hal ini lembaga eksekutif. Data dari KPK menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2016, kementerian/lembaga/pemerintah daerah menjadi salah satu lokus utama penyumbang koruptor.  Dari 485 kasus tindak pidana korupsi, 391 (80,62%)  kasus terjadi di kementerian/lembaga/pemerintah daerah dengan rincian 212 kasus terjadi pada kementerian/lembaga, 72 kasus terjadi pada pemerintah provinsi, dan 107 kasus terjadi pada pemerintah kabupaten/kota.

Permenpan Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas di Lingkungan Instansi Pemerintah sendiri telah menjelaskan bahwa proses pembangunan zona integritas memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu pencanangan, pembangunan, pengusulan, penilaian, dan penetapan.

Tahapan yang paling penting dalam zona integritas adalah pembangunan itu sendiri. Pembangunan berarti membangun integritas pada unit instansi pemerintah melalui berbagai perubahan dan perbaikan yang terrencana, massif, komprehensif, dan sistematis. Membangun integritas berarti membangun sistem, membangun manusia, dan membangun budaya.

Membangun sistem berarti membangun berbagai instrumen, SOP, dan peraturan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi/perbuatan tercela lainnya. Sebagai contoh, membangun system pengendalian gratifikasi, membangun whistle blowing system, membangun system pengendalian intern, dan lainnya. Utamakan berbagai langkah pencegahan pada berbagai lini.

Membangun Manusia berarti membangun mindset aparatur pemerintah untuk enggan, malu, dan merasa bersalah melakukan tindak pidana korupsi/tindakan tercela lainnya. Proses membangun mindset tidak mudah, karena akan ditemukan keengganan bahkan penolakan. Selain itu pula diperlukan waktu yang tidak singkat dengan pembiasaan yang terus menerus.

Di berbagai negara, khususnya negara Eropa (diantaranya negara Skandinavia) dan Amerika (diantaranya Ecuador, Argentina, dan Panama), zona integritas terbukti berhasil diterapkan untuk mengurangi praktik tindak pidana korupsi. Yang dilakukan oleh Pemerintah negara tersebut antara lain memprioritaskan pencegahan pada berbagai sektor yang potensial terjadi korupsi. Kampanye terus menerus tentang pencegahan korupsi secara popular, mengubah persepsi masyarakat mengenai korupsi yang awalnya dianggap tabu menjadi wajar, dan lain sebagainya.

Di Indonesia, Zona integritas telah melahirkan beberapa unit kerja pelayanan yang bersih dari tindak pidana korupsi dan memuaskan masyarakat yang kemudian ditetapkan sebagai Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah birokrasi Bersih Melayani. Unit-unit kerja pelayanan ini telah menunjukkan, bahwa apabilia sistem integritas diterapkan secara konsisten, persepsi masyarakat atas praktek korupsi yang terjadi di instansi pemeirntah akan menurun. Hal ini ditunjukkan oleh nilai survey persepsi anti korupsi seluruh unit kerja yang berpredikat Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah birokrasi Bersih Melayani di atas 3,6 dari skala 4. Dengan kata lain, sistem integritas secara perlahan akan mengubah persepsi masyarakat dan mengembalikan trust masyarakat kepada pemerintah ke tempat yang semestinya.

Pada akhirnya,efektivitas zona integritas sangat ditentukan oleh komitmen pimpinan dan seluruh jajaran pegawai di dalamnya. Berbagai success story pembangunan zona integritas di Indonesia dan di negara lainnya menunjukkan bahwa komitmen menjadi prasyarat (prerequisite) sebuah instansi yang berintegritas. Jika komitmen kuat, maka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani melalui zona integritas akan menjadi sebuah keniscayaan. Namun jika komitmen lemah, pencanangan hanya akan menjadi sebuah kenangan dan pencitraan. 


Link Terkait

whistleblowingombudsmankpklaporbpkp presiden riSurvei integritas1Survei integritas2e office